Purwakarta / Galuh Pakuan Nusantara.Com – Komunitas Madani Purwakarta (KMP) kembali mengirimkan surat resmi kepada DPRD Kabupaten Purwakarta, dengan Nomor: 0112/KMP/PWK/VII/2025 tertanggal 11 Juli 2025, terkait permintaan penjelasan yang belum dijawab secara substantif oleh DPRD dalam surat sebelumnya mengenai penundaan Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) tahun 2016 hingga 2018.
KMP menyampaikan bahwa jawaban DPRD melalui surat No: 400.14.6/573/DPRD/2025 tertanggal 2 Juli 2025 yang diterima KMP pada 9 Juli 2025 belum menyentuh pokok persoalan utama, yaitu: apakah DPRD benar-benar pernah menyetujui penundaan atau pengalihan dana DBHP kepada desa pada tahun-tahun tersebut?
Padahal, untuk menjawab pertanyaan tersebut seharusnya sangat sederhana. Bukankah DPRD memiliki Sekretariat Dewan (Setwan) yang bertugas menjalankan fungsi administrasi kelembagaan, termasuk pengelolaan arsip keputusan dan persetujuan DPRD? Mestinya cukup membuka dokumen arsip rapat paripurna, notulensi pengesahan APBD, serta dokumen perubahan penjabaran APBD (DPA perubahan). DPRD adalah lembaga negara, bukan warung kopi.
KMP juga menegaskan bahwa penundaan DBHP tidak bisa dilakukan secara sepihak. Berdasarkan peraturan perundang-undangan, penundaan alokasi dana kepada desa hanya dimungkinkan jika terjadi kondisi luar biasa (force majeure) seperti krisis fiskal, bencana alam besar, pandemi, atau keadaan darurat. Dan itu pun harus disetujui bersama oleh DPRD dan pemerintah daerah serta mendapat izin dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.
Melalui surat terbarunya, KMP kembali meminta penjelasan atas 3 hal utama: (1) Apakah DPRD menyetujui penundaan DBHP pada tahun 2016–2018 dalam proses pengesahan APBD atau perubahan APBD?; (2) Apakah ada kondisi force majeure yang secara sah menjadi dasar penundaan dana desa tersebut?; (3) Apakah DPRD menyetujui dokumen perubahan penjabaran APBD (DPA) yang memuat pembatalan atau pengalihan DBHP kepada desa?
Sebagai bagian dari gerakan masyarakat sipil yang mendorong transparansi anggaran dan pengawasan partisipatif, KMP juga mendorong diadakannya audiensi publik terbuka bersama masyarakat desa yang terdampak oleh penundaan DBHP.
“Masyarakat berhak tahu ke mana uang desa mereka dialihkan. Jika benar DPRD tidak pernah menyetujui penundaan ini, maka ada masalah besar dalam tata kelola keuangan daerah kita,” tegas Ketua KMP, Zaenal Abidin.
KMP mengajak masyarakat, media, dan pemangku kepentingan lainnya untuk terus mengawal transparansi keuangan publik, serta mendorong semua pihak, terutama DPRD, untuk bersikap terbuka, jujur, dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsi pengawasan anggaran.( Red )