Purwakarta / Galuh Pakuan Nusantara.Com - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan pemerintah pusat melalui dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) kini hadir di Kabupaten Purwakarta. Salah satu titik pelaksanaannya berada di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purwakarta, dengan dapur operasional yang berlokasi di belakang sekolah.
Namun, sajian makanan dari dapur tersebut menuai kritik. Dalam dokumentasi yang diperoleh . menu MBG yang diberikan kepada siswa MAN Purwakarta berisi nasi putih, telur balado, satu potong tahu berbumbu, dua iris timun, dan sepotong kecil semangka.
Jika dilihat sekilas, menu tersebut sudah memuat karbohidrat serta protein hewani dan nabati. Namun, menurut regulasi MBG, setiap porsi wajib mencakup sayur minimal 100 gram dan buah 50–100 gram, serta disusun dalam siklus menu 20 hari agar variasi gizi terjaga. Dua iris timun tidak bisa disebut sayur, dan potongan semangka kecil jelas tidak mencukupi standar porsi buah.
Ketua LSM GPRI Kab. Purwakarta, TEDI SUTARDI,SE menegaskan bahwa implementasi MBG di MAN Purwakarta belum sesuai dengan tujuan program nasional.
“Program MBG ini digadang sebagai jawaban atas masalah gizi dan stunting. Tapi di lapangan, anak-anak hanya diberi menu minim sayur dan buah. Kalau regulasi mewajibkan porsi yang layak, tapi realisasinya hanya simbolis, maka dampaknya tidak akan maksimal,” ujar tedi saat ditemui , Selasa Galuh pakuan nusantara(27/8/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa dapur SPPG di MAN Purwakarta seharusnya menjadi contoh pelaksanaan yang patuh regulasi, bukan justru menurunkan standar. “Anggaran besar sudah digelontorkan. Publik berhak menuntut kualitas sesuai aturan, bukan sekadar asal kenyang,” tambahnya.
Pemerintah sebelumnya menekankan MBG sebagai program prioritas untuk membangun generasi emas 2045. Namun, kasus di MAN Purwakarta memperlihatkan adanya jarak antara regulasi di atas kertas dan implementasi nyata di lapangan.
Masyarakat kini menanti evaluasi serius dari pengelola dapur MBG di Purwakarta. Sebab, tanpa perbaikan, program triliunan rupiah ini dikhawatirkan hanya menjadi proyek formalitas tanpa manfaat nyata bagi kesehatan siswa.( Red )