Purwakarta,/ Galuh Pakuan Nusantara.Com - 29 Agustus 2025 – Komunitas Madani Purwakarta (KMP) memenuhi undangan DPRD Kabupaten Purwakarta dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD. RDPU ini juga dihadiri unsur Pemkab, yakni Kabag Hukum, Kadiskominfo, Kadis DPMD, Kepala Inspektorat, dan Kepala BKAD.
Dalam forum resmi tersebut, Ketua DPR menegaskan tiga poin krusial terkait Dana Bagi Hasil Pajak (DBHP) tahun 2016–2018:
1. Tidak ada persetujuan DPRD atas penundaan maupun pengalihan alokasi DBHP 2016–2018.
2. Tidak terdapat kondisi luar biasa (force majeure maupun krisis fiskal) pada tahun-tahun tersebut.
3. DPRD tidak pernah menerima, apalagi menyetujui, perubahan penjabaran APBD yang membatalkan alokasi DBHP ke desa.
Dengan demikian, pernyataan Ketua DPRD menutup ruang alasan sah penundaan DBHP 2016–2018.
*_KMP Desak Transparansi & Usut Tuntas_*
Dalam forum RDPU, Ketua KMP menegaskan agar PPID DPRD maupun PPID Pemkab tidak menutupi informasi publik. KMP siap menempuh jalur hukum atas dugaan Obstruction of Justice, sebagaimana diatur: Pasal 52 UU KIP, Pasal 55–56 KUHP, Pasal 21 UU Tipikor.
Sekjen KMP, Agus M Yasin, SH, mendesak DPRD agar segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menelusuri dugaan pelanggaran terkait DBHP.
*_Pernyataan Tegas Aktivis_*
Aktivis KMP, Ir. Zaenal Abidin, MP. (Kang ZA), menyampaikan kegelisahan publik:
Penundaan DBHP tanpa dasar sah adalah pidana.
Syarat sah hanya dua: Force Majeure (penetapan resmi status darurat bencana) atau Krisis Fiskal (dokumen resmi defisit fiskal/transfer pusat terpangkas).
Fakta lapangan menunjukkan kedua syarat itu tidak ada.
Kang ZA menuntut penelusuran aliran dana sebesar Rp71,7 miliar DBHP 2016–2018: apakah masuk ke rekening pihak tertentu, atau dialihkan ke proyek di luar peruntukannya.
Dua pertanyaan Kang ZA yang membuat pejabat terdiam di forum:
1. “Sepakatkah anda semua untuk mengusut ke mana aliran DBHP 2016–2018?”
2. “Sepakatkah anda bahwa penundaan DBHP ini adalah pidana?”
*_Potensi Pidana_*
Kang ZA menyatakan, potensi pidana yang mengemuka adalah:
1. Penyalahgunaan Kewenangan – Pasal 421 KUHP dan Pasal 3 UU Tipikor.
2. Tindak Pidana Korupsi – Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 15 UU Tipikor.
*_Penegasan Akhir_*
Ketua KMP menegaskan RDPU dengan menegaskan:
“DBHP adalah hak desa. Penundaan tanpa dasar sah adalah KEJAHATAN. Bongkar, kawal, dan seret ke KPK!”
KMP menegaskan komitmennya mengawal tuntas dugaan pidana penundaan DBHP 2016–2018, serta menyerukan partisipasi publik untuk mengawasi agar tidak ada lagi praktik serupa di masa depan.( Red )