PURWAKARTA / Galuh Pakuan Nusantara.Com – Sorotan terhadap lemahnya kinerja Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Purwakarta terus menguat pasca temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang mencatat sebanyak 1.574 wajib pajak (WP) tidak menggunakan tapping box sepanjang tahun 2024.
Temuan ini memicu keprihatinan publik, termasuk dari kalangan masyarakat sipil. Ketua Gerakan Peduli Rakyat Indonesia (GPRI) Kabupaten Purwakarta, Tedi Tanoediredja, angkat bicara dan menyebut kondisi ini sebagai bentuk pembiaran sistemik yang berpotensi merugikan keuangan daerah dalam skala besar.
"Temuan BPK ini tidak bisa dianggap biasa. Ini bukan soal teknis atau alat rusak. Ini soal pembiaran dan lemahnya kontrol. Kalau 1.574 WP bisa lolos, lalu fungsi pengawasan Bapenda itu di mana?” tegas Tedi saat ditemui di sekretariat GPRI, Minggu (4/8/2025).
Laporan BPK RI tahun 2025 secara gamblang menunjukkan bahwa Purwakarta hanya mampu merealisasikan sekitar 35% target Pendapatan Asli Daerah (PAD) tahun 2024. Salah satu penyebab utamanya adalah tidak optimalnya pemanfaatan alat tapping box, sistem yang seharusnya merekam transaksi bisnis secara otomatis untuk kepentingan perpajakan.
Padahal, tapping box sudah diwajibkan sejak beberapa tahun lalu bagi pelaku usaha tertentu seperti hotel, restoran, dan hiburan. BPK menyimpulkan bahwa tidak ada pengawasan aktif, apalagi sanksi bagi pelaku usaha yang menolak atau melepas alat tersebut.
“Kalau sistem ini tidak dijalankan dengan disiplin, daerah akan terus rugi. PAD kita bocor, tapi warga kecil tetap disuruh bayar pungutan. Ini tidak adil,” kata Tedi.
Atas kondisi tersebut, GPRI menuntut agar Pemerintah Daerah melakukan langkah konkret, tidak hanya sebatas klarifikasi atau alasan administratif. Mereka meminta:
1. Evaluasi menyeluruh terhadap Kepala Bapenda dan jajaran terkait.
2. Publikasi terbuka daftar WP yang menghindari tapping box.
3. Pengawasan independen oleh lembaga eksternal untuk sistem perpajakan daerah
4. DPRD segera mengambil sikap melalui hak interpelasi atau pengawasan anggaran.
“Kami juga akan bersurat resmi ke Bupati, DPRD, dan BPK RI untuk meminta tindak lanjut konkret. Jika tidak direspons, aksi publik dan tekanan jalanan jadi opsi,” tutup Tedi.