Purwakarta / Galuh Pakuan Nusantara.Com - Gratifikasi menjadi istilah yang sering dikaitkan dalam kasus suap dan korupsi. Arti dari gratifikasi adalah suatu tindakan memberikan imbalan atau hadiah dengan tujuan memperoleh keuntungan atau mempengaruhi seseorang.
Tindakan gratifikasi umumnya terjadi saat pengguna layanan memberi imbalan atau hadiah kepada pemberi layanan, namun tidak ada transaksi dan penawaran pada saat itu. Gratifikasi mempunyai maksud dan tujuan tertentu, tetapi mengacu di lain waktu. Pengguna layanan atau jasa mengharapkan diberikan kemudahan di kemudian hari.
Gratifikasi, Suatu Tindakan yang Bisa Menjadi Pidana
Gratifikasi juga dapat diartikan sebagai pemberian uang atau hadiah kepada pejabat publik atau pegawai negeri.
Tujuannya adalah sebagai bentuk imbalan atau penghargaan terhadap keputusan maupun tindakan yang diambil oleh pejabat atau pegawai tersebut,ucap Zaenal Abidin Selaku Kwtua Komunitas Madani Purwakarta saat menyampaikan keterangan kepada awak media Galuh Pakuan Nusantara.com, Senin ( 23 /12/2024 )."
Zaenal Abidin menambahkan. Pemberian gratifikasi dapat berupa barang, uang, atau jasa yang bernilai. Contoh gratifikasi yaitu pemberian komisi, diskon, fasilitas wisata, pengobatan gratis, dan pinjaman tanpa bunga. Pemberiannya dapat dilakukan sendiri atau melalui perantara,apalagi pemberian komisi proyek pemerintah
Tindakan yang mengacu pada gratifikasi dapat dianggap sebagai tindakan pidana. Penerima akan merasa adanya ancaman pada independensi dan integritas, yang merupakan tindakan pelanggaran undang-undang. Penerimaan dapat memberikan menggunakan sarana elektronik maupun tidak dan melalui dalam negeri maupun luar negeri.
Gratifikasi merupakan salah satu tindakan korupsi yang dapat memberikan kerusakan pada integritas dan merusak kepercayaan dari publik terhadap pemerintah. Melakukan tindakan gratifikasi berarti melanggar etika. Kondisi ini sangat dimungkinkan menimbulkan konflik pada kepentingan yang memberikan kerugian.
Definisi gratifikasi diambil dari Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 pada penjelasan pasal 12B ayat 1. Menurut Undang-Undang Nomor 31, terdapat penjelasan bahwa tidak semua jenis gratifikasi melanggar hukum. Jenis gratifikasi yang melanggar hukum sudah dijelaskan di dalam pasal 12B.
Di dalam masyarakat, tindakan memberikan tanda terima kasih berupa uang atau barang atas jasa dari petugas dianggap lumrah. Padahal tindakan seperti ini dapat menjadi kebiasaan negatif yang mengarah pada tindakan gratifikasi atau korupsi.
Seorang pegawai negeri, pejabat pemerintahan, atau penyelenggara negara yang menerima pemberian berkaitan dengan kewenangan dan jabatannya harus waspada. Jika menganggap dan mencurigai adanya tindakan suap, maka harus segera dilaporkan ke KPK. Kemudian KPK akan menganalisa laporan yang diterimanya lalu di proses secara hukum dan jika terbukti bersalah,maka pelaku korupsi akan segera di penjarakan serta akan di pecat dari jabatan nya seorang Pegawai Negeri.
Gratifikasi dapat disebut juga sebagai suap yang terselubung. Apabila sudah terbiasa menerima tindakan gratifikasi yang termasuk dilarang, maka dikhawatirkan terjerumus ke tindakan korupsi lainnya. Tindakan korupsi lain tersebut, contohnya yaitu pelanggaran korupsi, suap, dan pemerasan.
Kebiasaan gratifikasi akan mendorong penerima untuk melakukan tindakan secara tidak obyektif. Selain itu, penerima gratifikasi juga dapat bertindak yang tidak profesional dan tidak adil. Oleh karena itulah, gratifikasi merupakan celah hukum yang merupakan akar dari tindakan korupsi.
Dugaan Gratifikasi yang menyeret nama Oknum Sekdis Dinas Kesehatan yang di duga telah menerima uang Fee bernilai Ratusan Juta Rupiah dari pihak ketiga dari pekerjaan proyek pemerintah Kabupaten Purwakarta pada Dinas Kesehatan wajib di usut tuntas,agar oknum pelakunya sesegera mungkin dapat di jerat dengan Undang -undang dan segera di proses secara hukum.
Hukum jangan tebang pilih dan hukum jangan tumpul ke atas serta tajam ke bawah,ketika ada pelaku korupsi atau dugaan gratifikasi siapapun pelaku nya wajib di proses secara hukum yang berlaku di Indonesia,agar semua nya jera dan kapok jika di usut secara tuntas,tegas Zaenal."
Zaenal Abidin yang akrab disapa kang ZA, ketua Komunitas Madani Purwakarta berkomentar, kasus dugaan gratifikasi di lingkungan Dinkes ini harus menjadi atensi APH.
Oknum Sekdis ini harua di proses karena prilakunya sudah tidak memberikan contoh yang baik dan Oknum Kabid Pelayanan Kesehatan ( YANKES ) juga di duga telah membayar utang nya kepada pihak ke tiga sebesar 20 juta rupiah dari total utang 100 juta rupiah kepada pihak ke tiga selama Tiga tahun xan baru bisa di bayar swbesar 20 juta rupiah pada bulan Nopembsr kemaren,tegas ZA.
Kami mendugga, Oknum Kabid Yankes tersebut saat membayat utang piutang selama 3 tahun kepada pihak ke Tiga berinisial RE sudah lama sekali dan dari mana Oknum Kabid Yankes tersebut memiliki uang,sementara berapa sih gaji seorang Oknum Kabid YANKES per bulan nya atau jangan jangan hasil dari uang proyek,karena sepengatahuan kami,Bidang Yankes saat ini sedang jor joran anggaran, yang salah satunya anggaran Ipal, dan PLTS yang mencapai ratusan Juta rupiah belum pengadaan mobil ambulance,kata ZA.
Kami mengharapkan kepada Aparat Penegak Hukum agar supaya di usut tuntas hingga ke akar akar nya,agar para pelaku dugaan korupsi ini di proses secara hukum yang berlaku,tegas, Kang ZA.
Sementara,baik Kepala Dinas,Seksrtaris Dinas Kesehatan dan Sekertaris Daerah saat di mintai keterangan oleh Pimpinan Redaksi media Galuh Pakuan Nusantara.com semuanya tidak menjawab.
Dasar Hukum Gratifikasi
Tindakan gratifikasi mempunyai beberapa dasar hukum yang menjelaskan secara detail. Berikut ini adalah dasar hukum dari gratifikasi.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999.
Undang-undang ini menyatakan bahwa pemberian gratifikasi untuk pegawai negeri atau pejabat penyelenggara negara merupakan tindakan suap.
Apalagi jika mempunyai kaitan dengan kedudukannya dan bertentangan dengan tugas atau kewajibannya.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 pasal 12C.
Undang-undang ini menyatakan bahwa apabila penerima gratifikasi melaporkan tindakan tersebut pada KPK paling lambat 30 hari kerja terhitung dari sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima, maka ketentuan yang dimaksud dalam pasal 12B tidak berlaku.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 227/PMK 09/2021.
Dalam peraturan ini menyatakan tentang pengendalian tindakan gratifikasi yang ada di lingkungan kementrian keuangan.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 145/PMK 06/2021.
Untuk peraturan yang satu ini menyatakan tentang pengelolaan barang gratifikasi dan barang rampasan negara yang menjadi barang milik negara.
Contoh Gratifikasi yang Dilarang
Gratifikasi yang terjadi di lingkungan masyarakat dan menjadi kebiasaan akan melahirkan tindakan korupsi lainnya. Tidak semua gratifikasi menjadi tidak baik, namun ada kriteria gratifikasi yang dilarang.
Pertama, menerima gratifikasi yang mempunyai kaitan dengan jabatan atau kewenangan. Kedua, menerima yang dilarang sesuai dengan peraturan, mempunyai konflik kepentingan, dan bertentangan dengan kode etik. Penerimaan yang tidak wajar atau tidak patut juga termasuk dalam kriteria gratifikasi yang dilarang.
Sebagai pejabat yang berwenang, pejabat pemerintahan, dan pegawai negeri harus mewaspadai tentang gratifikasi yang dilarang. Gratifikasi juga dapat terjadi di kehidupan masyarakat secara umum. Berikut ini beberapa contoh gratifikasi yang dilarang.
Memberikan parcel atau hadiah dari bawahan kepada pimpinan atau pada pejabat.
Memberi tiket perjalanan secara gratis untuk pejabat yang digunakan kepentingan pribadi.
Memberi hadiah, souvenir, atau uang tips kepada pejabat saat kunjungan kerja.
Mahasiswa memberi hadiah kepada dosennya menjelang ujian skripsi.
Memberi potongan harga atau diskon untuk membeli produk rekanan kepada pejabat.
Memberikan uang tips atau hadiah setelah dibantu oleh pejabat yang memiliki kewenangan.
Sanksi Gratifikasi
Pemberi tindakan gratifikasi yang khawatirnya menimbulkan tindakan korupsi harus diberikan sanksi sesuai dengan undang-undang. Sanksi gratifikasi sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 pasal 12.
Pelaku tindakan gratifikasi yang dilarang dapat memperoleh sanksi berupa hukuman pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Pelaku juga dapat juga memperoleh pidana penjara seumur hidup. Selain itu, ada denda berjumlah minimal 200 juta dan maksimal 1 miliar.
Tindakan sanksi juga dapat diberikan untuk pejabat, penyelenggara pemerintahan, dan pegawai negeri. Sanksi diberikan jika terjadi pemaksaan untuk memberi hadiah atau uang dengan mempergunakan kewenangannya atau jabatannya.
Penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh pejabat akan memperoleh sanksi gratifikasi sebagai pelanggaran hukum. Termasuk pemaksaan untuk memotong atau melakukan pembayaran demi kepentingan pribadi.
Untuk mencegah agar tidak terjadi gratifikasi, maka sebagai penyelenggara pemerintah, pejabat, pimpinan, maupun pegawai negeri harus memahami motif pemberian. Misalnya, apabila menerima hadiah atau uang dengan motif yang dicurigai sebagai tindakan gratifikasi maka segera melaporkan ke KPK.
Sebelumnya, dapat menolak pemberian tersebut dengan cara yang halus agar tidak menyinggung perasaan pemberi. Jika masih dipaksa untuk menerimanya, barulah melakukan pelaporan ke KPK.
Apabila instansi tempat bekerja mempunyai kerja sama dengan KPK dalam program Program Pengendalian Gratifikasi maka dapat langsung melaporkan ke instansinya.
Gratifikasi merupakan suatu tindakan yang dapat memicu timbulnya korupsi dan harus dihentikan agar tidak menjadi kebiasaan. Yang paling penting adalah jujur dan menjaga amanah ketika memiliki jabatan dan kewenangan.
Alat bukti dalam tindak pidana korupsi adalah, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam pembuktian tindak pidana korupsi di perlukan adanya kerugian Negara yang dapat di gunakan sebagai alat bukti, baik dalam alat bukti keterangan ahli dan surat.
" HAK JAWAB BERITA "
Catatan Redaksi : Apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan/atau keberatan dengan penayangan artikel dan/atau berita tersebut di atas, Anda dapat mengirimkan artikel dan/atau berita berisi sanggahan dan/atau koreksi kepada Redaksi kami, atau Hak Jawab atas berita yang telah di muat di media online Galuh Pakuan Nusantara, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (11) dan (12) Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Artikel/berita dimaksud dapat dikirimkan melalui email: red.galuhpakuannusantara@ gmail.com... Mobile....081319174040... Terima kasih.( Red )."
Komentar
